Surabaya–Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengajak Perhimpunan Ergonomi Indonesia (PEI), International Labour Organization (ILO), Pemerintah Daerah, dan mitra riset mampu berkontribusi menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan.
Menurut Yassierli, praktisi Ergonomi dapat memanfaatkan teknologi dan inovasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang tak hanya aman dan nyaman, tetapi juga mendorong produktivitas dan efisiensi lebih tinggi.
“Saya lihat Ergonomi tak hanya membatasi K3, kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja. Tetapi keilmuan ini harusnya dapat dikaitkan bagaimana meningkatkan produktivitas, meningkatkan value added, meningkatkan daya saing, dan meningkatkan kinerja para individu, tetapi juga pandangan lebih makro di sektor industri, ” kata Yassierli saat membuka Comprehensive International Ergonomic Seminar secara virtual, di kota Surabaya, Jawa Timur, Kamis (28/11/2024).
Yassierli meminta praktisi Ergonomi juga dapat memperluas horizon dari riset atau kajian lebih makro untuk menghadapi tantangan ketenagakerjaan saat ini yang kompleks. Mulai dari rendahnya pendidikan tenaga kerja di Indonesia, rendahnya produktivitas tenaga kerja Indonesia, maupun tingginya lapangan kerja sektor informal.
“Kalau kita terus berkutat dalam memantau mikro saat membahas konteks makro, maka intervensi yang sifatmya mikro menjadi tak substansial. Sehebat apapun mendesain konsep K3 yang lebih safe dalam tataran mikro, ketika abai dalam konteks makro, maka intervensi kita menjadi tak signifikan, ” katanya.
Yassierli menjelaskan selama 6 tahun (2015-2021) menjadi Ketua Umum PEI, sering menyampaikan bahwa riset PEI bukan hanya sekedar menghasilkan publikasi normatif. Tetapi juga memberikan dampak signifikan dalam persoalan ketenagakerjaan.
“Saya sadar kita masih lemah riset yang lebih makro karena itu belum bisa memberikan impact signikan makanya peran kita dalam konteks nasional belum signifikan sehingga wajar PEI didominasi kalangan akademisi, ” katanya.
Atas persoalan tersebut, Yassierli meminta PEI membentuk tim agar dapat merespon persoalan lemahnya riset secara makro. “Kemnaker akan menyiapkan counterpart (rekanan), termasuk anggaran dan seterusnya bagaimana PEI dapat menyelesaikan permasalahan terkait produktivitas, ” ujarnya.
Ketua Umum PEI Johanna Renny Oktaviani menegaskan Kemnaker dan PEI memiliki tekad dan semangat yang sama menjadikan Indonesia sebagai negara Ergonomis. “Seminar ini sebagai salah satu program kerja PEI untuk mewujudkan komunitas Ergonomi Indonesia yang visioner, inklusif dan berbasis pembangunan berkelanjutan, ” katanya.
Sementara Plt. Dirjen Binwasnaker & K3 Kemnaker Fahrurozi mengatakan kegiatan seminar diikuti oleh 150 peserta berasal dari Anggota Penguji K3 dan Pengawas K3 di lingkungan Ditjen Binwasnaker & K3, UPTP, UPTD Balai K3, praktisi K3 dari berbagai sektor serta akademisi.