
MAKASSAR, (17/7) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng Universitas Hasanuddin (Unhas) untuk mewujudkan program ekonomi biru melalui penguatan peran Lembaga Pengelola Perikanan (LPP) Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).
Plt. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Lotharia Latif menjelaskan LPP WPPNRI berperan strategis dalam implementasi penangkapan ikan terukur (PIT) yang merupakan tonggak baru menuju Indonesia Emas 2045. Tujuan utamanya adalah agar sumber daya ikan benar-benar dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana amanat Pasal 33 UUD 1945.
“Unhas sebagai panel ilmiah di LPP WPPNRI, berperan penting dalam memberikan berbagai masukan dari riset maupun tri dharma perguruan tinggi,” ujarnya usai membuka Pertemuan Tahunan Unit Pengelola Perikanan (UPP) Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 713, 714, dan 715 di Universitas Hasanuddin, Makassar, Rabu (16/7).
Pada kesempatan tersebut, Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Jamaluddin Jompa menyatakan dukungannya pada implementasi PIT, baik melalui riset, pendampingan masyarakat, maupun sebagai jembatan komunikasi antar perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia.
Pengelolaan Perikanan Berbasis Keilmuan
Sementara itu menurut Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP, Syahril Abd. Raup, LPP WPPNRI dibentuk tidak hanya untuk melaksanakan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP), tetapi juga memberikan rekomendasi kebijakan yang berorientasi pada keberlanjutan, efisiensi, dan optimalisasi pengelolaan sumber daya ikan di setiap WPPNRI.
Pertemuan Tahunan UPP WPPNRI yang berlangsung selama tiga hari sejak 16 Juli 2025 ini menjadi forum koordinasi tertinggi antar pemangku kepentingan untuk memperkuat kelembagaan Lembaga Pengelola Perikanan (LPP) WPPNRI, sekaligus menyepakati implementasi kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) berbasis kuota di wilayah timur Indonesia. Selain itu, pertemuan 136 peserta dari berbagai elemen perikanan dan nelayan ini juga menjadi arena diskusi terbuka atas sejumlah tantangan kebijakan PIT, seperti sistem Dana Bagi Hasil (DBH), zona penangkapan, pemasangan VMS bagi nelayan migran, hingga isu alih muat hasil tangkapan.
“Ini menjadi forum utama dalam merumuskan dan menetapkan rekomendasi pengelolaan perikanan yang didasarkan pada kajian ilmiah dan data terkini, untuk mewujudkan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab,” ungkap Syahril.
Ada empat output strategis yang akan dihasilkan, yakni kesepakatan pembagian kuota sumber daya ikan tuna antarprovinsi, penyusunan rencana kerja tahunan masing-masing UPP untuk tahun anggaran 2026, review implementasi Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP), dan penyusunan rekomendasi pengelolaan berbasis bukti ilmiah.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan pelaksanaan kebijakan PIT untuk memastikan keberlanjutan sumber daya ikan, pemerataan pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir, serta meningkatkan daya saing produk perikanan Indonesia di pasar global dengan memastikan ketertelurusan ikan yang diperdagangkan.