
JAKARTA, (15/09) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkap kronologi insiden pembakaran speedboat Spinner Dolphin dalam operasi pengawasan kapal mini trawl di Perairan Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat pada 10-12 September 2025.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono (Ipunk) menyampaikan, bahwa pengawasan tersebut untuk menindaklanjuti aduan masyarakat Kabupaten Pesisir Selatan yang resah atas keberadaan mini trawl di wilayahnya. Sebelum operasi ini, sambung Ipunk, kapal pengawas PSDKP sekitar bulan Mei dan Juli lalu berhasil mengamankan enam kapal mini trawl di perairan tersebut.
“PSDKP turun melakukan penertiban trawl, untuk mencegah potensi konflik horizontal antara nelayan pengguna trawl dan nelayan tradisional lainnya dengan alat tangkap yang ramah lingkungan. Trawl merupakan alat tangkap yang dilarang karena merusak ekosistem laut serta mengancam keberlanjutan sumber daya ikan,” ungkap Ipunk dalam siaran resmi di Jakarta, Senin (15/9).
Ipunk menjelaskan bahwa kronologi insiden bermula saat speedboat KKP melakukan upaya penghentian dan pemeriksaan terhadap kapal mini trawl. Saat akan dilakukan penghentian dan pemeriksaan, kapal tersebut kabur dan ABK mengandaskan kapalnya sendiri ke pantai. Selanjutnya, ABK kapal mini trawl melarikan diri ke kampung terdekat, dan tidak berselang lama masyarakat berdatangan serta mengepung speedboat KKP, yang kemudian terjadi pembakaran.
Merusak Ekosistem
Penggunaan trawl di Indonesia telah dilarang sejak tahun 1980 melalui terbitnya Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl, dan terbaru diatur melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Zona Penangkapan Ikan Terukur dan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Sistem kerja alat tangkap trawl yaitu kapal menarik jaring di dasar perairan, semua akan disapu dan semua jenis ikan ditangkap, tidak peduli besar dan kecil. Apabila alat tangkap tersebut digunakan terus-menerus maka sumber daya ikan akan habis dan ekosistem lingkungan rusak. Contohnya di Pantura Jawa seperti Cirebon yang terkenal dengan kota udang pada sekitar tahun 80an, banyak udang yang ditangkap nelayan namun kini akibat penggunaan alat tangkap yang merusak akhirnya tidak ada lagi udang.
Menurut Ipunk, KKP berkomitmen untuk terus menjaga dan melindungi sumber daya kelautan dan perikanan dari ancaman aktivitas ilegal dan merusak di seluruh perairan Indonesia, baik yang dilakukan oleh kapal ikan asing (KIA) maupun kapal ikan Indonesia (KII). Hal ini dibuktikan dengan capaian kinerja positif selama 2025. Setidaknya sampai Triwulan III Tahun 2025 sebanyak 200 kapal illegal fishing berhasil diamankan. Jumlah ini terdiri dari 19 KIA dan 181 KII. Selain kapal perikanan, sejumlah 97 rumpon ilegal milik asing juga ditertibkan oleh KKP.
“Dari hasil operasi pengawasan tersebut, selama 2025 terdapat kontribusi terhadap penyelamatan kerugian negara sebesar Rp2,12 triliun,” tutupnya.