Jakarta- Sebelum PT Blue Bird “Go Public”, Purnomo sebagai direktur PT Blue Bird Taxi menggugat sesama direktur, yaitu Mintarsih, melalui perkara
313/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel, walaupun para pemegang saham tidak menyetujuinya. Sehingga dilanjutkannya pengadilan ini bisa dibilang “Peradilan Sesat”. Namun gugatan tetap berlanjut hingga Mahkamah Agung Bahkan putusan Final Mahkamah Agung setelahnya, mash pula diberi Putusan-putusan tambahan yang semakin menambah kejanggalan.

Gugatannya-pun janggal, yaitu bahwa Mintarsih harus membayar kembali sema gaji yang pernah dibayar oleh PT Blue Bird Taxi. Alasan yang dipakaipun tak kalah janggal, selain hanya berdasarkan kesaksian dari seorang Sekretaris pribadi Purnomo yang mash aktif bekerja sebagai anak buah Purnomo, yaitu Diana Novari Dewi, yang menyatakan bahwa Mintarsih kurang bekerja, tanpa adanya penjelasan, contoh, bukti ataupun saksi lain.
Ironisnya, 3 saksi lain dari Purnomo, yang juga mash aktif bekerja sebagai anak buah Purnomo, justru tidak memberikan kesaksian apapun tentang kinerja Mintarsih. Bukti Putusan No. 313/Pdt.G/2013/P.Jkt.Sel halaman 123 sd 132.
Mintarsih telah menghadirkan 5 saksi mantan karyawan yang pernah bekerja di bagian “office” PT Blue Bird Taxi, semuanya menyatakan bahwa Mintarsin bekerja mulai dari pengaturan order, database pelanggan, bengkel, “life time” suku cadang mobil, administrasi,
pembukuan, serta mengatur semua
manajemen komputer mulai dari pembuatan desain program komputer, pendidikan
tenaga
programmer,
operator
sampai
pada
permasalahannya. Selain itu, juga aktif dalam proses seleksi karyawan-karyawan dan pengemudi-pengemudi.
Sebagian dari saksi Mintarsih juga mengemukakan bahwa justru Purnomo dan
Chandra yang masuk kerja hanya beberapa jam saja seharinya.
Bukti: Putusan Perkara No. 313/Pdt.G/2013/PN.Jkt. Sel halaman 152 sd 170.
Jika dianalisa dengan benar dan dengan jujur, maka harusya Purnomo hampir tidak bekerja dan mengandalkan Mintarsih yang terbukti bahwa Perusahaan Taksi Pusaka yang di kelola Purnomo tidak ada lagi, walaupun ikut menyedot order-order PT Blue Bird Taxi.

Selain mengembalikan gaji juga ada gugatan pencemaran nama baik, dengan alasan adanya berita negatif dari wartawan. Padahal wartawan menyaksikan sendiri kejadian yang di publikasikan. Jika ada rekayasa dari wartawan, mengapa tidak memanfaatkan adanya Undang-undang Pers No. 40 Tahun
1999 Pasal 5 ayat (2) menyatakan “pers wajib melayani Hak Jawab, ayat (3)
Pers wajib melayani Hak Koreksi”. Kan ada wartawan senior yang bekerja di Blue Bird. Maka pernyataan di pers yang merupakan fakta tidak dapat dijadikan alasan pencemaran nama baik.
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2601K/Pdt/2015 tanggal 21 Januari 2016, Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 761/Pdt/2014/PT DKI tanggal 21 Januari 2015, Jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 313/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Sel tanggal 11 Juni 2014
terhadap “Peradilan sesat” ini menghasilkan Putusan denda sebesar 140 miliar, yang tidak melibatkan putra dan putri Mintarsih, dan tidak ada sita jaminan.

Di luar dugaan, permohonan dari putra ketiga dari Purnomo, yaitu Adrianto berlanjut pada Putusan Mahkamah Agung sebesar 140 miliar yang dianggap final, ternyata tidak final. Ketua Pengadilan Negeri malah menambah dengan Ketentuan sebagai berikut:
a. Melalui surat Teguran no. 23/Eks.Pdt/2024 memanggil putra dan putri Mintarsih, untuk hadir pada tanggal 22 Mei 2024, guna melaksanakan Putusan Pengadilan Jakarta Selatan yaitu membayar denda 140 miliar tersebut. Padahal putusan Mahkamah Agung tidak melibatkan ahli waris.

Maka keputusan Mahkamah Agung yang dilakukan atas dasar gugatan PT
Blue Bird Taxi yang gugatan dilakukan tanpa izin para pemegang saham
PT Blue Bird Taxi tetap dilaksanakan.
b. Pada tanggal 16 Desember 2024 ketua Pengadilan Negeri juga mengeluarkan surat Relaas Pemberitahuan Pelaksanaan Sita Eksekusi, dimana harta yang di-eksekusi dipilih oleh Ketua Pengadilan dan langsung diperintakan untuk di eksekusi. Surat sita eksekusi diterima Mintarsih
pada hari Jum’at sore, sita eksekusi diperintahkan untuk dilaksanakan
Senin paginya pada jam 08.00 WIB.
c. Atas dasar Putusan Mahkamah Agung No. 2601K/Pdt/2015, putri kedua dari Purnomo yaitu Sri Adriyani Lestari meminta diblokirnya tanah yang berhasil diatasi oleh Mintarsih dengan susah payah setelah 4 tahun, walaupun tidak pernah ada putusan sita jaminan oleh Mahkamah Agung.

Bukti: Putusan No. 313/Pdt.G/2013/PN.Jkt. Sel halaman 212. Faktanya adalah bahwa Badan Pertanahan Nasional mengeluarkan surat pemblokiran “tetap”, yang dilakukan melalui surat-surat no. 1436/600- 31.15/X, MP.01.02/581-31.75.600/V/2020.
240/Ket-36.71.300.8/1/2020, 242/Ket-36.71.71.300.8/1/2020 dan
Mash banyak kejadian lain, termasuk kejadian dimana Purnomo, isteri dan putri Purnomo yaitu pemegang saham
Sri Ayati Purnomo telah menganiaya seorang dengan visum no. 88/VER/U/2000. wanita yang pada saat kejadian berusa 74 tahun Inikah hasil cuci otak pada seluruh keluarga Purnomo ?
Seperti inikah rasanya dijajah oleh adik kandung sendiri yang ironisnya dilakukan dengan topeng hukum demi uang.

Bagaimana nasib pekerja lain bila suatu hari menghadapi hukum untuk mengembalikan semua gaji mereka dengan bukti penyataan seorang sekretaris direksi atau dilakukan pengusahan lain dengan yuriprudensi ini?

Saat ini Mintarsih sedang mengajukan Peninjauan Kembali. Semoga para Hakim Agung memikirkan, bagaimana seandainya putra-putri hakim mengalami hal yang sama, apakah tidak menangis? Bagi rata-rata ibu mungkin akan memilih di hukum mati dari pada anak turunan tidak mempunyai kehidupan lagi karena harus membayar denda irasionil, yang hukumnya dapat ditambah dengan ketentuan/keputusan Pengadilan Negeri yang lain.

Yang akan datang, akan di kemukakan tata cara menggelapkan saham Mintarsih di PT Blue Bird Taxi dan di PT Blue Bird yang caranya sama kotornya dengan perkara ini.

Seandainya Mintarsih dapat memutar ulang waktu, tentunya Mintarsih akan memilih untuk membina karier pribadi yang diidamkan, ketimbang menuruti paksaan berbakti kepada keluarga sendiri, yang akhirnya malah menikam dari belakang.

Selama masalah ini belum selesai, maka Putusan Mahkamah Agung dapat ditambah dengan Putusan Tambahan dengan menggunakan kata-kata yang lain. Hukuman terhadap saya dan anak-anak saya yang tidak bersalah dan hukuman ke anak yang tidak tahu menahu lebih berat dari pada hukuman mati.

Dan terakhir saya harapkan agar media dengan gigih ikut mengawal untuk tercapainya keadilan bagi masyarakat luas.

By Ari

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *