
Nasionalbiz.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) optimistis pangan biru akan berkontribusi maksimal mendukung kekuatan ketahanan pangan nasional, dan perikanan budi daya menjadi sektor yang potensial. Untuk itu KKP menggencarkan riset terapan oleh satuan pendidikan yang dimiliki, guna mendukung peningkatan produktivitas blue food.
Berdasarkan laporan Badan Pangan Dunia (FAO) tahun 2024, produksi blue food dari hasil tangkapan di tahun 2022 mencapai 90 sampai 94-an juta ton. Sedangkan data produksi perikanan budidaya menunjukkan peningkatan yang signifikan.
“Pada tahun 1990 sampai 2000-an itu masih di bawah 50 juta ton, sekitar 20-25 juta ton. Tapi tahun 2022, dalam laporan 2024, produksi perikanan budidaya melesat tajam di atas itu, di luar rumput laut, hampir menyamai dari produksi perikanan tangkap,” ujar Kepala Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan (Pusdik KP) Alan Frendy Koropitan dalam siaran resmi di Jakarta, Sabtu (15/11).
Pada 12 November lalu, KKP melalui Polteknik Ahli Usaha Perikanan menggelar Seminar Nasional Perikanan Indonesia (SNPI) ke-26 di Politeknik AUP Kampus Bogor. Kegiatan tersebut khusus mengusung tema “Inovasi Blue Food Menuju Ketahanan Pangan Indonesia yang Berkelanjutan”, sebagai sarana diseminasi pentingnya blue food sebagai solusi krisis pangan masa depan.
“Perikanan tangkap itu kalau kita mundur di tahun 1990-an, sekitar 1998 sampai 2000-an awal, berkisar 70-80 juta ton, baru lima tahun terakhir saja mendekati sekitar 90-an juta ton. Artinya perikanan tangkap itu stagnan. Budi daya atau akukultur itu melesat tajam dari tahun 2000-an sampai sekarang. Tahun 2000-an itu sekitar 25-an juta ton, sekarang sudah menyamai produksi perikanan tangkap 90-an juta ton. Cepat sekali akuakultur,” lanjutnya.
Diproyeksikan pada tahun 2030, konsumsi ikan akan melonjak karena semakin meningkatnya populasi manusia. Di Asia sendiri data FAO menunjukkan sekitar 70-an persen masyarakatnya mengonsumsi hasil perikanan. Sedangkan di skala global jumlah peminatnya mencapai 59 persen. “Jadi kita melihat kebutuhan blue food ini semakin meningkat, dan secara bisnis semakin bergairah,” tambah Alan.
Perbanyak Riset Terapan
Dalam konteks blue food, keberadaan satuan pendidikan tinggi KKP menjadi sangat relevan, karena menerapkan ilmu-ilmu terapan di bidang produksi perikanan. Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik, pihaknya tengah mengkurasi hasil-hasil riset terapan satuan-satuan pendidikan KKP untuk masyarakat.
“Riset-riset terapan ini bisa sampai kepada prototipe paten, yang intinya adalah bagaimana memajukan pangan biru atau blue food ini. Satuan-satuan pendidikan tinggi KKP tentunya harus bisa menjawab hal ini,” ungkap Alan.
Direktur Kelautan dan Perikanan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) M. Rahmat Mulianda, mengungkapkan setidaknya terdapat tiga alasan pentingnya blue food untuk Indonesia, yaitu terkait tingginya nutrisi untuk kesehatan; besarnya potensi ekonomi, ketenagakerjaan, mata pencaharian, dan kesetaraan; serta terciptanya keberlanjutan, keanekaragaman hayati, dan ketahanan iklim.
“Untuk mewujudkan hal tersebut, perlunya peningkatan integrasi industri pangan hulu dan hilir serta efisiensi daya saing sistem produksi perikanan tangkap dan budi daya. Juga perlunya kemitraan multi-pihak yang lebih kuat dan inklusif, fasilitasi pemerintah daerah dalam membangun sistem pangan lokal, serta peningkatan kerja sama dan kolaborasi dengan global,” tuturnya.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menceritakan besarnya potensi blue food Indonesia untuk mendukung program ketahanan pangan dunia. Blue food yang bersumber dari hasil perikanan tangkap dan budidaya di Indonesia jumlahnya tak kurang dari 24 juta ton setiap tahun, termasuk rumput laut. Pihaknya menargetkan peningkatan volume produksi, khususnya dari perikanan budi daya demi menjaga keberlanjutan populasi perikanan di alam.